Laman

October 12, 2012

Menangkap Keresahan dan Hasrat


Pada dasarnya customer dianggap sebagai sasaran. Karena itu, mereka harus di-brainwash lewat iklan. Supaya mereka percaya akan pesan yang berhubungan dengan suatu brand atau produk. Prinsipnya, one-to-many.

Setelah teknologi informasi berkembang lebih jauh, berubah pula apa yang disebut customer relationship marketing. Lewat teknologi pada era ini, pemasar bisa meng-customise pesannya, berinteraksi dua arah, bahkan punya kesempatan untuk meng-customise paket yang ditawarkan. Interaksi ini disebut one-to-one marketing.

Dengan teknologi internet, ceritanya jadi lain lagi. Sebab, sangat mudah bagi pelanggan untuk berinteraksi satu sama lain. Dengan demikian, pemasar hanya jadi salah satu pihak yang berinteraksi dengan para pelanggan. Semua pihak, tanpa batas dan real time, bisa berinteraksi secara bebas. Dengan demikian, marketing bergeser lagi jadi many-to-many.

Pergeseran-pergeseran tersebut semakin menaikkan harkat customer. Mulai hanya target person, lantas jadi individual person, dan sekarang jadi social person.
Saat jadi target person, customer disurvei supaya diketahui need and want mereka. Saat itu tugas marketing adalah membuat produk atau solusi yang bisa meng-address kebutuhan dan kemauan itu.

Ketika customer jadi individual person, need and want tidak cukup lagi. Lewat interaksi CRM, pemasar mencoba mengerti expectation and perception mereka.
Apa harapan pelanggan dan persepsi dia terhadap pemasar sangatlah penting untuk memuaskan mereka. Karena itulah, pada era tersebut konsep customer satisfaction jadi sangat populer. Tujuannya, memuaskan customer satu per satu.

Sekarang, ketika jadi social person, customer tidak hanya berinteraksi dengan pemasar. Tetapi, dengan mudah mereka saling berinteraksi. Variabel yang memengaruhi ekspektasi dan persepsi pun jadi multiarah. Dengan demikian, pemasar harus makin mendalami pengertiannya terhadap customer.

Itulah yang disebut anxiety and desire. Kecemasan dan hasrat yang sering tidak terucapkan walaupun ditanya. Bisa karena sensitif atau mungkin memang tidak disadari customer sendiri.

Seorang perempuan, ketika ditanya apakah look sexy itu suatu need and want, belum tentu menjawab iya. Padahal, secara umum, perempuan sangat gelisah ketika merasa tidak seksi. Atau malah ada hasrat terpendam untuk jadi seksi. Tapi, kalau anxiety and desire itu bisa ditangkap, sebuah brand bisa memberikan hope, bahkan bisa jadi hero. Bagaimana pendapat Anda? (*)

Oleh: Hermawan Kartajaya

No comments:

Post a Comment