PERATURAN MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
|
|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
|
NOMOR 38/PMK.03/2010
|
|
NOMOR : 84/PMK.03/2012
|
|
|
|
TENTANG
|
|
TENTANG
|
|
|
|
TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA
CARA PEMBETULAN
|
|
TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA
CARA PEMBETULAN
|
ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK
|
|
ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK
|
|
|
|
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA
|
|
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA
|
|
|
|
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA,
|
|
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA,
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang :
|
|
Menimbang :
|
|
|
|
bahwa untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 13 ayat (8) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata
Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;
|
|
a.
bahwa
ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau
penggantian Faktur Pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau
Penggantian Faktur Pajak;
|
|
|
b.
bahwa
dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu
dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan
tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak sebagaimana tersebut huruf
a;
|
|
|
c.
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b,
serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (8) Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau
Penggantian Faktur Pajak;
|
|
|
|
Mengingat :
|
|
Mengingat :
|
1.
Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
|
1.
Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4999);
|
2.
Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
|
|
2.
Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan undang-undang Nomor 42 Tahun 2009
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
|
3.
Keputusan
Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;
|
|
3.
Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271);
|
|
|
4.
Keputusan
Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
|
MEMUTUSKAN:
|
|
|
|
Menetapkan :
|
|
Menetapkan :
|
|
|
|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN FAKTUR
PAJAK.
|
|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN FAKTUR
PAJAK.
|
|
|
|
Pasal 1
|
|
Pasal 1
|
|
|
|
Dalam Peraturan Menteri
Keuangan ini yang dimaksud dengan:
|
|
Dalam Peraturan Menteri ini
yang dimaksud dengan:
|
1.
Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009.
|
|
1.
Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009.
|
2.
Barang
Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai.
|
|
2.
Barang
Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai.
|
3.
Jasa
Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai.
|
|
3.
Jasa
Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai.
|
4.
Faktur
Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
|
|
4.
Faktur
Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
|
5.
Pengusaha
Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
|
5.
Pengusaha
Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
|
|
|
Pasal 2
|
|
Pasal 2
|
|
|
|
(1)
Pengusaha
Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
|
|
(1)
Pengusaha
Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
|
a.
penyerahan
Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau
huruf f dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
|
|
a.
penyerahan
Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a
dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
|
b.
penyerahan
Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat(1) huruf c
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
|
|
b.
penyerahan
Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
|
c.
ekspor
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
|
|
c.
ekspor
Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
|
d.
ekspor
Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
|
d.
ekspor
Barang Kena Pajak Tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
|
|
|
e.
ekspor
Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
(2)
Faktur
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:
|
|
(2)
Faktur
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:
|
a.
saat
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
|
|
a.
saat
penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf a dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
|
b.
saat
penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
|
|
b.
saat
penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
|
c.
saat
penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
atau
|
|
c.
saat
ekspor Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
|
d.
saat
lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
tersendiri.
|
|
d.
saat
ekspor Barang Kena Pajak Tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
|
|
|
e.
saat
ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
|
|
(3)
Penyerahan
Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a untuk:
|
|
|
a.
penyerahan
Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang
bergerak, terjadi pada saat:
|
|
|
1.
Barang
Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau
pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli;
|
|
|
2.
Barang
Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada penerima
barang untuk pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari
pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antar cabang;
|
|
|
3.
Barang
Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa
angkutan; atau
|
|
|
4.
harga
atas penyerahan Barang Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan,
atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.
|
|
|
b.
penyerahan
Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang
tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau
menguasai Barang Kena Pajak berwujud tersebut, secara hukum atau secara
nyata, kepada pihak pembeli.
|
|
|
|
|
|
c.
penyerahan
Barang Kena Pajak tidak berwujud, terjadi pada saat:
|
|
|
1.
harga
atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diakui sebagai piutang atau
penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena
Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan
secara konsisten; atau
|
|
|
2.
kontrak
atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau
kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal
saat sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak diketahui.
|
|
|
d.
Barang
Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
terjadi, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu di antara saat:
|
|
|
1.
ditandatanganinya
akta pembubaran oleh Notaris;
|
|
|
2.
berakhirnya
jangka waktu berdirinya perusahaan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar;
|
|
|
3.
tanggal
penetapan Pengadilan yang menyatakan perusahaan dibubarkan; atau
|
|
|
4.
diketahuinya
bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan kegiatan usaha
atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan data
atau dokumen yang ada.
|
|
|
e.
pengalihan
Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
dan pengambilalihan usaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 1A ayat (2)
huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atau perubahan bentuk usaha,
terjadi pada saat:
|
|
|
1.
disepakati
atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil Rapat Umum
Pemegang Saham yang tertuang dalam perjanjian penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha;
atau
|
|
|
2.
ditandatanganinya
akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau
pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh Notaris.
|
|
|
(4)
Penyerahan
Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terjadi pada saat:
|
|
|
a.
harga
atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau
pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
|
|
|
b.
kontrak
atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada
huruf a tidak diketahui; atau
|
|
|
c.
mulai
tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik
sebagian atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian
sendiri Jasa Kena Pajak.
|
|
|
(5)
Ekspor
Barang Kena Pajak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terjadi
pada saat Barang Kena Pajak dikeluarkan dari Daerah Pabean.
|
|
|
(6)
Ekspor
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
terjadi pada saat Penggantian atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang
diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.
|
|
|
(7)
Ekspor
Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e terjadi pada saat
Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai
piutang atau penghasilan.
|
|
|
|
|
|
Pasal 3
|
|
|
|
|
|
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) juga harus dibuat pada:
|
|
|
(1)
saat
penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
|
|
|
(2)
saat
penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
atau
|
|
|
(3)
saat
lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
tersendiri.
|
|
|
|
|
|
Pasal 4
|
|
|
|
|
|
(1)
Pedagang
eceran yang membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai
identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, tidak diterbitkan
Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e
angka 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
|
|
|
(2)
Pedagang
eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pengusaha Kena Pajak yang
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dengan cara sebagai berikut:
|
|
|
a.
melalui
suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari 1 (satu) tempat
konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
|
|
|
b.
dengan
cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa
didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau
lelang; dan
|
|
|
c.
pada
umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan
secara tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau membawa
Barang Kena Pajak yang dibelinya.
|
|
|
(3)
Termasuk
dalam pengertian pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan
penyerahan Jasa Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:
|
|
|
a.
melalui
suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir atau
langsung mendatangi dari 1 (satu) tempat konsumen akhir ke tempat konsumen
akhir lainnya;
|
|
|
b.
dilakukan
secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran
tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
|
|
|
c.
pada
umumnya pembayaran atas penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan secara tunai.
|
|
|
|
Pasal 3
|
|
Pasal 5
|
|
|
|
(1)
Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pengusaha Kena
Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang
dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak
yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.
|
|
(1)
Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3,
Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi
seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau
penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.
|
(2)
Faktur
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut dengan Faktur Pajak
gabungan.
|
|
(2)
Faktur
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Faktur Pajak gabungan.
|
(3)
Faktur
Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
|
|
(3)
Faktur
Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
|
|
|
|
|
|
Pasal 6
|
|
|
|
|
|
(1)
Faktur
Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak setelah melewati jangka
waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, tidak
diperlakukan sebagai Faktur Pajak.
|
|
|
(2)
Pengusaha
Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
|
|
|
(3)
Pajak
Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.
|
|
|
|
|
|
Pasal 7
|
|
|
|
|
|
Atas pemakaian sendiri Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif yang tidak
dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dikecualikan dari penerbitan
Faktur Pajak.
|
|
|
|
Pasal 4
|
|
Pasal 8
|
|
|
|
(1)
Dalam
Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
|
|
(1)
Dalam
Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
|
a.
nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak;
|
|
a.
nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak;
|
b.
nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak;
|
|
b.
nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak;
|
c.
jenis
barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
|
|
c.
jenis
barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
|
d.
Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut;
|
|
d.
Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut;
|
e.
Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
|
|
e.
Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
|
f.
kode,
nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
|
|
f.
kode,
nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
|
g.
nama
dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
|
|
g.
nama
dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
|
(2)
Direktur
Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak.
|
|
(1)
Direktur
Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak.
|
(3)
Persyaratan
yang harus dipenuhi dan keterangan yang harus dicantumkan dalam dokumen
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak.
|
|
(2)
Persyaratan
yang harus dipenuhi dan keterangan yang harus dicantumkan dalam dokumen
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak.
|
|
|
(3)
Dalam
hal Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (3), Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak
merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena
Pajak.
|
|
|
|
Pasal 5
|
|
Pasal 9
|
|
|
|
(1)
Faktur
Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi secara lengkap, jelas, dan
benar sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
|
|
(1)
Faktur
Pajak wajib diisi secara lengkap, jelas, dan benar.
|
(2)
Pengusaha
Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan formal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
|
|
(2)
Pengusaha
Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
|
(3)
Pajak
Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak yang tidak memenuhi
persyaratan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak Masukan
yang tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak.
|
|
|
|
|
|
Pasal 6
|
|
Pasal 10
|
|
|
|
(1)
Bentuk
dan ukuran formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha
Kena Pajak dan dalam hal diperlukan dapat ditambahkan keterangan lain selain
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai.
|
|
(1)
Bentuk
dan ukuran formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha
Kena Pajak dan dalam hal diperlukan dapat ditambahkan keterangan lain selain
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai.
|
(2)
Pengadaan
formulir Faktur Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.
|
|
(2)
Pengadaan
formulir Faktur Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.
|
|
|
|
Pasal 7
|
|
Pasal 11
|
|
|
|
Faktur Penjualan yang memuat keterangan
sesuai dengan keterangan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (1), dan pengisiannya sesuai dengan tata cara pengisian keterangan
pada Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak,
dipersamakan dengan Faktur Pajak.
|
|
Faktur penjualan yang
mencantumkan keterangan sesuai dengan keterangan yang dicantumkan dalam
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dan pengisiannya
dilakukan sesuai dengan tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak
sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak, termasuk dalam
pengertian Faktur Pajak.
|
|
|
|
Pasal 8
|
|
Pasal 12
|
|
|
|
(1)
Atas
Faktur Pajak yang cacat, rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam
penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar,
Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan
Faktur Pajak pengganti.
|
|
(1)
Atas
Faktur Pajak yang cacat, rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam
penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar,
Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan
Faktur Pajak pengganti.
|
(2)
Atas
Faktur Pajak yang hilang, baik Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan maupun
pihak yang menerima Faktur Pajak tersebut dapat membuat copy dari Faktur
Pajak dan dibubuhi stempel dari kantor pelayanan pajak.
|
|
(2)
Atas
Faktur Pajak yang hilang, baik Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan maupun
pihak yang menerima Faktur Pajak tersebut dapat membuat copy dari Faktur
Pajak dan dilegalisir oleh Kantor Pelayanan Pajak.
|
(3)
Dalam
hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan
Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, Pengusaha Kena Pajak
yang menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan pembatalan Faktur Pajak.
|
|
(3)
Dalam
hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Rena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya telah diterbitkan, Pengusaha
Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan pembatalan Faktur
Pajak.
|
|
|
|
Pasal 9
|
|
Pasal 13
|
|
|
|
Ketentuan lebih lanjut
mengenai:
|
|
Ketentuan lebih lanjut
mengenai:
|
a.
bentuk
dan ukuran formulir Faktur Pajak;
|
|
a.
bentuk
dan ukuran formulir Faktur Pajak;
|
b.
tata
cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak;
|
|
b.
tata
cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak;
|
c.
prosedur
pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak;
|
|
c.
prosedur
pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak;
|
d.
tata
cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak; dan
|
|
d.
tata
cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak; dan
|
e.
tata
cara pembatalan Faktur Pajak,
|
|
e.
tata
cara pembatalan Faktur Pajak,
|
diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak.
|
|
diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak.
|
|
|
|
|
|
Pasal 14
|
|
|
|
|
|
Terhadap penerbitan Faktur
Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dan Pasal 4, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah.
|
|
|
|
|
|
Pasal 15
|
|
|
|
|
|
Pada saat Peraturan Menteri
ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang
Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|
|
|
Pasal 10
|
|
Pasal 16
|
|
|
|
Peraturan Menteri Keuangan
ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010.
|
|
Peraturan Menteri ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
|
|
|
|
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
|
|
Ditetapkan di Jakarta
|
pada tanggal 22 Februari 2010
|
|
pada tanggal 6 Juni 2012
|
MENTERI KEUANGAN,
|
|
MENTERI KEUANGAN,
|
|
|
|
ttd.
|
|
ttd.
|
|
|
|
SRI MULYANI INDRAWATI
|
|
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
|
|
|
|
Diundangkan di Jakarta
|
|
Diundangkan di Jakarta
|
pada tanggal 22 Februari 2010
|
|
pada tanggal 7 Juni 2012
|
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA,
|
|
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA
|
|
|
|
ttd.
|
|
ttd.
|
|
|
|
PATRIALIS AKBAR
|
|
AMIR SYAMSUDIN
|
|
|
|
BERITA NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 94
|
|
BERITA NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 584
|