Laman

December 12, 2012

Cloud Computing on e-SPT PPN (2)

us.123rf.com
“Apresiasi tertinggi untuk komitmen DJP menuju Indonesia yang lebih baik.”

“Jasfilin.com: Software Akuntansi Dengan Cloud Computing Pertama Indonesia sebuah artikel menarik seputar cloud computing. Yang menarik dari artikel ini: “Fitur yang terdapat dalam ketiga jenis produknya antara lain user tak terbatas, jurnal umum, penjualan, pembelian (termasuk pajak), bank, laporan dan analisis. Khusus fitur analisis, jasfilin gold tidak memiliki fitur tersebut.

Ortax memiliki 82.748 members. Kecerdasannya mengapresiasi kebutuhan tax payer patut diacungi jempol. Me-marketing-kan pajak mungkin lebih sulit dari pada produk asuransi atau credit card. Tapi seseorang berhasil melakukannya.

Teori Marketing 3.0 menjadi menarik untuk disimak sebagai kreasi anak bangsa. Tag Account Representative sudah cukup horizontal. “Sadar dan peduli pajak” in-line dengan customer care. Memberikan “sedikit” untuk memenuhi hidden agenda, sepertinya cukup fair.

Just a thought!

Cloud Computing on e-SPT PPN

www.intelligentitnyc.com
“Apresiasi tertinggi untuk komitmen DJP menuju Indonesia yang lebih baik.”

Cost of taxation timbul di sisi tax payer dan tax authorization. Di sisi tax authorization, cost ini dapat dipandang wajar karena ada benefit yang diperoleh. Menjadi tidak wajar bagi tax payer di saat mereka telah dengan sadar melaksanakan kewajibannya, cost tetap terjadi. Terlebih cost of withholding tax, seakan-akan tax payer mendapat tugas tambahan yang “harus” dilakukan, termasuk VAT (kalau tidak boleh dianggap withholding).

Bagaimana tax authorization, bisa membalas “budi baik” tersebut? Sepertinya sulit, dan hampir tidak pernah diharapkan oleh tax payer.
Perlu tidak “budi baik” itu dibahas? Prinsip keadilan bilang “ya!”.
Mungkinkah tax authorization melakukannya? Mungkin, tergantung men behind the great wall.
Buat apa? Hidden agenda!
Sebagaimana Facebook memanjakan consumer dan memperoleh benefit dari customer.
Me-rewind Agency Theory yang vertikal dengan solusi yang horizontal.

Tertarik dengan cloud computing, sepertinya bisa terjadi.

December 10, 2012

Persandingan PMK-84/PMK.03/2012 dengan PMK-38/PMK.03/2010


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38/PMK.03/2010

NOMOR : 84/PMK.03/2012



TENTANG

TENTANG



TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN

TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN
ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK

ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK



DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA



MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,






Menimbang :

Menimbang :



bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (8) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;

a.     bahwa ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;


b.     bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak sebagaimana tersebut huruf a;


c.     bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (8) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;



Mengingat :

Mengingat :
1.     Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);

1.     Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2.     Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);

2.     Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
3.     Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;

3.     Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271);


4.     Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;



MEMUTUSKAN:

MEMUTUSKAN:



Menetapkan :

Menetapkan :



PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK.



Pasal 1

Pasal 1



Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.     Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

1.     Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
2.     Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

2.     Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
3.     Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

3.     Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
4.     Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

4.     Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
5.     Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

5.     Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.



Pasal 2

Pasal 2



(1)   Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:

(1)   Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
a.  penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau huruf f dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;

a.  penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
b.  penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat(1) huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;

b.  penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
c.  ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau

c.  ekspor Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
d.  ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

d.  ekspor Barang Kena Pajak Tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau


e.  ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
(2)   Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:

(2)   Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:
a.  saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;

a.  saat penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
b.  saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;

b.  saat penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
c.  saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau

c.  saat ekspor Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
d.  saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

d.  saat ekspor Barang Kena Pajak Tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau


e.  saat ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.


(3)   Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a untuk:


a.  penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang bergerak, terjadi pada saat:


1.  Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli;


2.  Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada penerima barang untuk pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antar cabang;


3.  Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau


4.  harga atas penyerahan Barang Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.


b.  penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai Barang Kena Pajak berwujud tersebut, secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli.





c.  penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud, terjadi pada saat:


1.  harga atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; atau


2.  kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak diketahui.


d.  Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu di antara saat:


1.  ditandatanganinya akta pembubaran oleh Notaris;


2.  berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar;


3.  tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan perusahaan dibubarkan; atau


4.  diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan data atau dokumen yang ada.


e.  pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 1A ayat (2) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atau perubahan bentuk usaha, terjadi pada saat:


1.  disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang dalam perjanjian penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha; atau


2.  ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh Notaris.


(4)   Penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terjadi pada saat:


a.  harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;


b.  kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak diketahui; atau


c.  mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak.


(5)   Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terjadi pada saat Barang Kena Pajak dikeluarkan dari Daerah Pabean.


(6)   Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d terjadi pada saat Penggantian atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.


(7)   Ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e terjadi pada saat Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.





Pasal 3





Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) juga harus dibuat pada:


(1)   saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;


(2)   saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau


(3)   saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.





Pasal 4





(1)   Pedagang eceran yang membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, tidak diterbitkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.


(2)   Pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:


a.  melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari 1 (satu) tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;


b.  dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan


c.  pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.


(3)   Termasuk dalam pengertian pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:


a.  melalui suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir atau langsung mendatangi dari 1 (satu) tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;


b.  dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan


c.  pada umumnya pembayaran atas penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan secara tunai.



Pasal 3

Pasal 5



(1)   Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.

(1)   Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.
(2)   Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut dengan Faktur Pajak gabungan.

(2)   Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Faktur Pajak gabungan.
(3)   Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

(3)   Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.





Pasal 6





(1)   Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak.


(2)   Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.


(3)   Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.





Pasal 7





Atas pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif yang tidak dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dikecualikan dari penerbitan Faktur Pajak.



Pasal 4

Pasal 8



(1)   Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

(1)   Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a.  nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

a.  nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b.  nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

b.  nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c.  jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;

c.  jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d.  Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

d.  Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e.  Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

e.  Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f.   kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

f.   kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g.  nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

g.  nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
(2)   Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.

(1)   Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
(3)   Persyaratan yang harus dipenuhi dan keterangan yang harus dicantumkan dalam dokumen tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

(2)   Persyaratan yang harus dipenuhi dan keterangan yang harus dicantumkan dalam dokumen tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.


(3)   Dalam hal Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak.



Pasal 5

Pasal 9



(1)   Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(1)   Faktur Pajak wajib diisi secara lengkap, jelas, dan benar.
(2)   Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

(2)   Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
(3)   Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak.





Pasal 6

Pasal 10



(1)   Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak dan dalam hal diperlukan dapat ditambahkan keterangan lain selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

(1)   Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak dan dalam hal diperlukan dapat ditambahkan keterangan lain selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
(2)   Pengadaan formulir Faktur Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.

(2)   Pengadaan formulir Faktur Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.



Pasal 7

Pasal 11



Faktur Penjualan yang memuat keterangan sesuai dengan keterangan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dan pengisiannya sesuai dengan tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak, dipersamakan dengan Faktur Pajak.

Faktur penjualan yang mencantumkan keterangan sesuai dengan keterangan yang dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dan pengisiannya dilakukan sesuai dengan tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak, termasuk dalam pengertian Faktur Pajak.



Pasal 8

Pasal 12



(1)   Atas Faktur Pajak yang cacat, rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti.

(1)   Atas Faktur Pajak yang cacat, rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti.
(2)   Atas Faktur Pajak yang hilang, baik Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan maupun pihak yang menerima Faktur Pajak tersebut dapat membuat copy dari Faktur Pajak dan dibubuhi stempel dari kantor pelayanan pajak.

(2)   Atas Faktur Pajak yang hilang, baik Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan maupun pihak yang menerima Faktur Pajak tersebut dapat membuat copy dari Faktur Pajak dan dilegalisir oleh Kantor Pelayanan Pajak.
(3)   Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan pembatalan Faktur Pajak.

(3)   Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Rena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya telah diterbitkan, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan pembatalan Faktur Pajak.



Pasal 9

Pasal 13



Ketentuan lebih lanjut mengenai:

Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a.     bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak;

a.     bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak;
b.     tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak;

b.     tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak;
c.     prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak;

c.     prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak;
d.     tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak; dan

d.     tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak; dan
e.     tata cara pembatalan Faktur Pajak,

e.     tata cara pembatalan Faktur Pajak,
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.





Pasal 14





Terhadap penerbitan Faktur Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.





Pasal 15





Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 10

Pasal 16



Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010.

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.



Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di Jakarta

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Februari 2010

pada tanggal 6 Juni 2012
MENTERI KEUANGAN,

MENTERI KEUANGAN,



ttd.

ttd.



SRI MULYANI INDRAWATI

AGUS D.W. MARTOWARDOJO



Diundangkan di Jakarta

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Februari 2010

pada tanggal 7 Juni 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA



ttd.

ttd.



PATRIALIS AKBAR

AMIR SYAMSUDIN



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 94

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 584